Senin, 01 April 2013

Orang Utan dan Turis Bule, Peluang Meraup Euro Di Bukit Lawang


gbr


gbr


gbr

Bukit lawang merupakan salah satu objek wisata alam lain yang sangat menarik dan sudah tersohor ke mancanegara, selain menawarkan keindahan hutan tropis dengan flora dan faunanya juga ditemukan penghuninya yang tergolong langka yaitu orang utan ( Ponggo Pygmaeus) yang berkembang biak dikawasan TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) tersebut.

Keberadaan orang utan dengan Ponggo Resortnya yaitu Pusat Rehabilitasi Orang Utan di Bukitlawang merupakan daya tarik tersendiri bagi turis asing . Selain di kawasan Bukitlawang, satwa langka tersebut juga ada di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.

Pusat rehabilitasi orang utan didirikan dari dana suaka alam dunia WWF (World Wild Life Fund) sejak tahun 1973,bertujuan untuk meliarkan kembali orang utan ke habitatnya semula di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Populasi orang utan diperkirakan masih ada 300-an ekor di alam bebas hutan TNGL tersebut.  Beberapa ekor diantaranya setiap hari diberi makan oleh  petugas dari Sub Balai TNGL Bukitlawang .

Pemberian makanan untuk orang utan tersebut dua kali setiap harinya, masing-masing berkisar pukul 08.30 – 09.30 wib dan sorenya sekitar pukul.15.00 – 16.00 wib. Beberapa tandan pisang dan seember susu untuk makanan orang utan tersebut sudah dipersiapkan, kaarenanya atraksi pemberian makanan bagi orang utan merupakan pemandangan yang asyik bagi para turis bule.

Keberadaan penangkaran Orang utan dan datangnya turis bule, memberikan peluang untuk meraup dollar, dengan terbukanya  rute jelajah hutan (jungle-trek) untuk turis asing.  Tarif yang dipungut oleh pemandu wisata terhadap turis bule yang melakukan jelajah hutan  tidak lagi US Dollar tetapi sudah mata uang EURO. Kisaran 10 sampai 25 Euro  per-hari dengan rute Bukitlawang – Araspinang dan ekor Rantaupanjang , tarif jasa tersebut tergantung berapa banya jumlah turis yang menjelajah hutan. Tarif jasa  kelompok pemandu yang biasanya terdiri dari seorang guide dan dua asistennya mempersiapkan bahan makanan/ minuman serta peralatan jelajah hutan, termasuk biaya fee  izin masuk hutan.
Dulu sebelum bencana, rute jelajah hutan sampai ke Brastagi Tanah Karo dan Kutacane Agara. Umumnya kalangan masyarakat setempat sangat menggantungkan kehidupannya dari sektor parawisata tersebut. Untuk meraup Euro tidak hanya pramuwisata, pengelola penginapan maupun pedagang suvenir  tetapi juga sejumlah anak-anak usia sekolah sebagai pedagang asongan.  ( Ibnu Kasir).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar